Jadzab adalah sebuah istilah sentral dalam tasawuf (sufisme) yang merujuk pada suatu kondisi spiritual atau hâl (keadaan) yang luar biasa. Secara etimologi, istilah ini berasal dari kata jadzb yang memiliki makna tarikan atau penarikan. Kondisi ini terjadi ketika seseorang secara tiba-tiba dan tanpa disangka-sangka ditarik langsung oleh Kekuatan Ilahi menuju hadirat Allah SWT. Ini adalah anugerah murni dan bukan hasil dari usaha keras atau disiplin spiritual yang telah direncanakan (suluk), melainkan manifestasi langsung dari kasih sayang dan kehendak mutlak Tuhan kepada hamba-Nya yang terpilih.
Kondisi Jadzab ini menggambarkan sebuah keadaan di mana hijab (batas kesadaran atau tirai spiritual) yang menutupi pandangan batin seseorang secara tiba-tiba tersingkap sepenuhnya. Penyingkapan ini memungkinkan orang tersebut untuk mencapai wushul (sampai atau koneksi langsung) ke hadirat ilahiah. Jiwa orang yang mengalami jadzab, yang kemudian dikenal sebagai Wali Majdzub atau Wali Jadzab, mengalami guncangan batin yang dahsyat karena mengalami penyaksian nyata terhadap kesempurnaan Dzat dan Sifat-Sifat Allah yang melampaui batas pemahaman akal manusia.
Akibat dari penyaksian dan wushul yang intens ini, Wali Majdzub sering kali menunjukkan perilaku yang tidak biasa atau aneh, yang dalam istilah tasawuf disebut syatahah. Mereka menjadi tenggelam dalam keasyikan dan kecintaan yang mendalam (mabuk) kepada Allah, sehingga perhatian mereka sepenuhnya terlepas dari urusan duniawi dan norma-norma sosial. Perilaku lahiriah yang tidak biasa ini sering kali disalahpahami oleh orang awam dan bahkan membuat mereka disangka sebagai orang yang mengalami gangguan jiwa, padahal hakikatnya batin mereka sedang berlayar dalam samudra makrifat (pengenalan) yang mendalam kepada Tuhan.
Meskipun demikian, para ahli tasawuf membedakan antara Jadzab yang murni dengan jalan Suluk (pendisiplinan diri secara bertahap). Seorang Salik harus berusaha keras menempuh berbagai tahapan maqam (tingkatan spiritual) melalui ibadah dan mujahadah. Sementara Wali Majdzub langsung “ditarik” tanpa melalui proses tersebut. Namun, Jadzab yang sejati dan sempurna adalah yang dibingkai oleh Suluk. Artinya, ia ditarik oleh Allah, tetapi tetap mengamalkan syariat, menjadikannya gabungan antara Maqam Suluk dan Maqam Jadzab, yang dianggap sebagai tingkatan kewalian tertinggi.
Pada intinya, kondisi Jadzab adalah penekanan bahwa jalan menuju Allah SWT tidak hanya melalui usaha keras manusia, tetapi juga melalui anugerah mutlak (fadhl) Ilahi. Wali Majdzub adalah sosok yang menjadi bukti nyata kekuasaan Allah untuk menarik siapa pun yang Dia kehendaki langsung ke dalam sirr (rahasia) hadirat-Nya, mengajarkan kepada kita untuk senantiasa berhusnuzhan (berprasangka baik) terhadap manifestasi spiritual yang melampaui akal dan batas pemahaman manusia biasa.

IJAZAH THORIQOH JADZAB
Setiap manusia yang terpesona dengan kekuasaan Allah merindukan kondisi spiritual yang ia bisa menjadi lebih dekat kepada Allah. Saat -saat terdekat itulah yang melahirkan pengetahuan makrifat.
Jiwa manusia tidak akan terpuaskan oleh banyaknya materi. Jiwa manusia mencari cahaya (النور) yang mengeluarkan diri sejatinya dari kegelapan (الظلمات) . Kadang jiwa seorang yang sedang diliputi cinta (محبة) mampu mengantarnya menuju titik atau keadaan JADZAB .
Kondisi Jadzab inilah yang memberikan pencerahan pada kehidupan seseorang hingga ia bisa lepas dari dunia materi menuju insan yang tersucikan hatinya dari jeratan -jeratan kehidupan. ia menjadi insan spiritual murni pada kondisi itu sehingga mampu mereguk nikmatnya makrifat.
Cahaya batinnya ( نور البصيرة ) menjadi terang benderang. Ia diberi karunia untuk melihat alam dalam pandangan yang tak bisa dipandang semua orang dan doa -doa yang diucapkannya memiliiki frekwensi tinggi hingga mampu menembus berbagai hijab
